Walter Benjamin: Tugas Penerjemah

Pengantar untuk Penerjemahan Tableaux Parisien-nya Baudelaire

Dalam apresiasi suatu karya seni atau suatu bentuk seni, pertimbangan mengenai penerimanya tidak pernah terbukti berguna. Bukan saja referensi apapun pada khalayak tertentu atau perwakilannya menyesatkan,  melainkan bahkan konsep apapun mengenai penerima yang ‘ideal’ merugikan bagi pertimbangan teoritis atas seni, karena yang diandaikannya adalah soal eksistensi dan hakikat manusia sebagaimana adanya. Dengan cara yang sama, seni, mengandaikan eksistensi fisik dan spiritual manusia, namun tak satupun karyanya berurusan dengan responnya. Tidak ada puisi yang dimaksudkan untuk pembaca, tidak ada gambar yang dimaksudkan untuk pemirsa, tidak ada simfoni yang dimaksudkan untuk pendengar.

Apakah penerjemahan dimaksudkan untuk pembaca yang tidak mengerti karya aslinya? Ini tampaknya akan cukup menjelaskan perbedaan posisinya dalam dunia seni. Bahkan, ini  menjadi satu-satunya alasan yang dapat dibuat  untuk mengatakan ‘hal yang sama’ dengan berulang kali. Karena apa sebenarnya yang ‘dikatakan’ karya sastra? Apa yang dikomunikasikannya? Ia ‘mengatakan’ sedikit sekali  pada mereka yang memahaminya. Kualitas esensialnya bukanlah pernyataan atau menyampaikan informasi.  Namun terjemahan manapun yang hendak menampilkan fungsi menyampaikan  tak dapat menyampaikan apapun kecuali informasi – dan dengan demikian sesuatu yang tidak esensial. Ini adalah ciri dari terjemahan yang buruk.  Tapi bukankah kita umumnya menganggap bahwa yang menjadi substansi esensial dari isi yang dimuat suatu karya sastra, di samping informasi  – yang bahkan akan diakui oleh seorang penerjemah kapiran-  yang tak dimengerti, yang misterius, yang ‘puitis’ , sesuatu yang hanya bisa direproduksi oleh seorang penerjemah yang juga adalah penyair? Nyatanya ini juga yang menyebabkan ciri lain pada penerjemah yang inferior, yang konsekuensinya dapat kita definisikan sebagai transmisi tidak akurat dari konten yang tidak esensial. Ini yang terjadi jika penerjemahan dilakukan untuk melayani pembaca. Akan tetapi, jika ia dimaksudkan untuk pembaca, hal yang sama juga harus berlaku pada aslinya. Jika karya aslinya tidak dibuat untuk kepentingan pembaca, bagaimana mungkin terjemahannya dapat dipahami atas dasar premis tersebut?

Terjemahan adalah suatu moda. Untuk memahaminya sebagai suatu moda orang harus kembali ke yang asli, karena ia mengandung hukum yang mengatur terjemahannya:  bisa tidaknya ia diterjemahkan. Pertanyaan apakah suatu karya dapat diterjemahkan bermakna ganda.  Antara: Apakah seorang penerjemah yang mampu  dapat ditemukan di antara seluruh pembacanya? Atau, lebih genting lagi: Apakah hakikat karya tersebut membiarkan dirinya untuk diterjemahkan, dan karenanya, dengan menimbang pentingnya moda tersebut, membutuhkannya?

 

Teks terjemahan selengkapnya dapat diunduh secara gratis dari link ini.

(Diterjemahkan oleh Ferdiansyah Thajib dari Walter Benjamin, 1923, “The Task of The Translator” dalam Illuminations, ed: Hannah Arendt, Penerjemahan Inggris oleh Harry Zorn, Pimlico. ©1999. Hal. 70-82.)