Upaya Membangun “Rumah” Melalui Ruang Seni Alternatif di Phnom Penh

Phnom Penh memiliki lanskap kota yang menarik. Perbedaan masing-masing area di Phnom Pehn terlihat sangat mencolok. Bahkan, bisa saja jarak antar satu area dengan area lainnya hanya 2 kilometer namun kesenjangan terlihat dengan mata. Selain itu, hal mencolok lainnya adalah tentang rentetan sejarah kekerasan yang rumit menimbulkan trauma mendalam bagi warganya saat ini. Belum lagi, secara ekonomi, negara ini belum bisa dikatakan stabil. Untuk taraf paling dasar; kerentanan mata uang asli mereka (Cambodian Riel atau KHR) juga seolah tertutupi oleh kehadiran mata uang Dollar Amerika di negara ini.

Pertemuan dengan salah satu teman asli Kamboja membantu kami untuk mengenali kota ini–khususnya beradaptasi dengan kerentanan-kerentanannya. Ia bekerja sebagai pekerja seni dan menjalankan dua ruang alternatif seni. Ia banyak bermain dengan ide tentang rumah. Seperti; ingin menjadikan ruang alternatif yang ia ciptakan adalah rumah bagi orang yang datang. Ide tentang rumah ini terimplementasi menjadi desain bangunan atau tatanan interior hingga peraturan yang berlaku dalam rumah ini. Kedua ruang itu bernama Kon Len Khnom dan Dambaul. Kedua ruang itu memiliki fungsi dan cita-cita yang berbeda namun secara garis besar ia tetap menginginkan perasaan “rumah” melekat kepada kedua ruang alternatif ini.

Dambaul Space. Dambaul berarti rooftop. Ruang ini dikhususkan untuk pengarsipan seni rupa khususnya Asia.
Dambaul Space. Dambaul berarti rooftop. Ruang ini dikhususkan untuk pengarsipan seni rupa khususnya Asia.

 

Kon Len Khnom berarti "tempatku".
Kon Len Khnom berarti “tempatku”.

Pertemuan selanjutnya adalah dengan salah satu teman yang menggagas ruang seni alternatif di Phnom Penh, bernama Sa Sa Art Project. Lokasinya terletak di tengah kota. Ruang ini memiliki ruang galeri dan beberapa program yang dikhususkan untuk perkembangan galeri. Lebih spesifiknya lagi, cita-cita ruang ini adalah untuk menyediakan ruang eksperimental bagi seniman muda Kamboja dan membuka peluang bagi siapa saja yang ingin melakukan eksperimen dengan praktik artistiknya. Ruangannya terdiri dari ruang kerja, studio kerja, kamar residensi dan halaman belakang yang dipenuhi oleh tanaman hijau. Sempat disebutkan bahwa upaya menghijaukan halaman belakang juga bisa disebut sebagai upaya membuat ruang ini terasa seperti rumah sehingga perasaan seperti berada di rumah juga didapatkan oleh pengunjung. Perasaan itu akan berpengaruh kepada cara kerja dan kebebasan untuk melakukan eksperimen.

Ruang galeri Sa Sa Art Project
Ruang galeri Sa Sa Art Project

 

Ruang belakang Sa Sa Art Project
Ruang belakang Sa Sa Art Project

 

Kebutuhan “rumah” bisa juga dilihat sebagai satu gejala kecil tentang apa yang terjadi di kota ini. Misalnya saja permasalahan-permasalahan yang membuat beberapa orang tidak lagi mendapatkan “rumah” seperti yang diharapkan sehingga memicu timbulnya beberapa inisiatif untuk menciptakan “rumah”. Dari beberapa kunjungan dan pertemuan dengan beberapa rekan, saya menemui beberapa poin permasalahan yang bisa membantu memecahkan teka-teki munculnya hasrat membangun “rumah” di ruang alternatif. Selain permasalahan kebutuhan ruang nyaman, aman dan terbuka bagi beberapa seniman, ada juga tantangan dari beberapa lembaga donor luar negeri yang memberikan kriteria tertentu untuk kelompok atau individu yang bisa mengaksesnya. Yang akhirnya semakin sempit rentang kemungkinan akses ruang seni untuk bereksperimen atau berpameran. Belum lagi angka urbanisasi yang cukup besar, sehingga beberapa masyarakat yang tinggal di luar Phnom Penh melihat bahwa kota adalah “rumah” ketika di desa sudah tidak lagi nyaman karena tidak ada lahan pekerjaan yang disebabkan oleh tingginya tingkat pembangunan pabrik di atas lahan produktif oleh investor asing. Sedangkan tingginya angka pembangunan pabrik tidak berbanding lurus dengan kesempatan kerja bagi penduduk lokal. Sehingga kota menjadi tujuan selanjutnya untuk mencari penghidupan. Lalu, hal itu memicu banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan upah kelayakan kerja dan kelayakan hidup.

Kedua kunjungan ini membuat saya menyadari tentang arti penting keberadaan sebuah “rumah” di ruang-ruang privat yang di-publik-kan. Dalam hal ini “rumah” tidak berupa kata benda namun bisa digunakan sebagai gambaran untuk mengungkapkan perasaan nyaman dan aman layaknya rumah. Seolah ada perasaan yang menggiring kita untuk menuju rumah ketika berada di luar rumah sudah tidak lagi nyaman maupun aman. Kurang lebih analogi seperti itu yang bisa dipinjam untuk menjelaskan arti keinginan untuk menjadi sebuah rumah bagi ruang seni alternatif di Phnom Penh dan menelisik gejala ketidaknyamanan apa yang terjadi di kota ini.

 

 

Gatari Surya Kusuma