Telinga-telinga Cenayang dari Selatan (Southern Clairaudience)

Online photo, painting of a Dutch and an Indonesian servant from Jakarta, collection of National Museum of Taiwan History.

(scroll for English version)

Workshop bersama seniman residensi Kunci, Hong Kai Wang
Jumat, 6 Oktober 2017
Pk 14.30 – Pk. 17.00
di Kunci Cultural Studies Center

Hantu hitam, atau “oo-kui” dalam pelafalan bahasa Taiwan-Hokkien, hanya meninggalkan sedikit sekali jejak yang dapat dimengerti tentang keberadaan mereka di dalam dan di luar Taiwan pada masa kolonial. Dalam “Nyanyian Tebu” (甘蔗歌) yang ditulis Serikat Buruh Tani Tebu pada tahun 1925 saat Taiwan masih dijajah Jepang, “hantu hitam” diratapi oleh para buruh tani sebagai budak; sebuah lukisan Belanda dari abad ke-17 menggambarkannya sebagai pelayan pribumi; berbagai ornamen yang menghiasi kuil-kuil Taois di Taiwan Selatan mengabadikan mereka sebagai mahluk mistis; dan dalam catatan harian tahun 1632 milik misionaris Spanyol Jacinto Esquival, “hantu hitam” disebut sebagai pekerja paksa dan tentara bayaran dari Filipina, yang di antaranya mencari suaka dari komunitas pribumi Taiwan.
.
Siapa sebenarnya para “hantu hitam” ini, dan mengapa mereka disebut “hantu hitam”? Apa saja afiliasi dan aliansi yang terjalin antar-“hantu hitam”, dan antara “hantu hitam” dengan “the contiguous others” (orang-orang di sekitar mereka) dalam lintasan geraknya? Apa hasrat mereka? Mengapa orang-orang bernama dan tak bernama ini bisa hilang tanpa jejak, dan kisahnya terus dinomorduakan dalam rezim pemaknaan yang dominan?
.
Dalam workshop “Telinga-telinga Para Cenayang dari Selatan” radio Kunci akan digunakan sebagai sarana untuk mempraktikkan dissonant readings (pembacaan sepai, sumbang dan tercerai berai) atas “Nyanyian Tebu” dan para “hantu hitam”, juga untuk mengupayakan penciptaan resonasi dengan cara mengobrol, menyanyi dan mendengarkan serta memproduksi bunyi, sunyi, vibrasi dan sebagainya.
.
Workshop ini akan mengangkat pertanyaan-pertanyaan berikut: mungkinkah kita dapat menciptakan (beberapa) kesempatan kedua untuk mendengar dan memanggil kembali sejarah atau pengetahuan yang telah hilang tentang berbagai modalitas untuk eksis dan afiliasinya dengan satu sama lain, dengan cara menciptakan resonansi? Apa dan bagaimana cara yang mungkin untuk memfasilitasi praktik perebutan kembali sejarah, subyektivitas dan agensi?

Workshop ini dapat didengarkan secara online melalui website, http://radio.kunci.or.id.

Online photo, portrait of a Cagayan, collection of University of Illinois Library, catalogue of National Museum of Taiwan History.

Workshop with KUNCI’s artist in residence, Hong-kai Wang

“Black ghosts” – pronounced as “oo-kui” in Hokkien Taiwanese- leave very few perceivable traces of their whereabouts in colonial Taiwan and beyond. The sugarcane workers lament “black ghosts” as slaves in the Sugarcane Song written by the “Sugarcane Workers Union in 1925’s Japan-colonized Taiwan; a 17th-century Dutch painting depicts them as an Indonesian servant; many ornaments of Taoist temples in southern Taiwan immortalize them as mythical creatures; and a diary of the Spanish missionary Jacinto Esquival in 1632 mention them as Filipino forced laborers and mercenaries, an unknown number of whom seek refuge from Native Taiwanese communities. 

Who are the “black ghosts,” and why are they called “black ghost”? What are the interconnectivity, alliance and affiliation among the “black ghosts,” and between them and the “contiguous others” across their movements? What are their desires? Why are these named and unnamed lost and unrecorded, and get subordinated to the dominant register of meaning? 

At the “Southern Clairaudience” workshop, radio will be used as a platform for dissonant readings of the Sugarcane Song and the “black ghosts” thereof as well as for attempts of resonance making through conversations, singing, listening, sounding, silence, vibrations, etc.

It puts forward the following questions: is it possible to create the second chance(s) to hear and summon those missing histories or knowledges about different modalities of existence and their affiliations with one another through “resonance making”? What and how is possible to facilitate the activation of reclaiming history, subjectivity and agency?

This workshop can be followed via http://radio.kunci.or.id.